Kesultanan Aceh Darussalam dibawah kepemimpinan Sultan Iskandar Muda merupakan salah satu kekuatan adidaya di dunia khususnya di kawasan selat malaka pada abad ke-17.
Putri Pahang dalam bahasa Aceh disebutkan Putroe Phang seorang permaisuri Sultan Iskandar Muda, Seorang putri yang dibalik layar kesuksesan Sultan Iskandar Muda. Perkenalan mereka diawali ketika Aceh Darussalam menaklukkan Pahang sehingga keluarga istana Pahang beserta penduduknya sekitar 10.000 orang bermigrasi ke Aceh untuk memperkuat pasukan Sultan Iskandar Muda.
Pada suatu hari Sultan Iskandar berjumpa dengan seorang putri dari Pahang yang bernama Puri Kamaliah “ibarat cinta pada pandangan pertama” Sultan pun tertarik akan Putri Pahang, Kemudian dinikahilah seorang putri dari Pahang itu dan diangkat menjadi permaisurinya.
Putri Kamaliah sangatlah cerdas dan bijaksana dalam persoalan yang dihadapi masyarakat Aceh Darussalam. Hingga pada suatu hari, muncul masalah pembagian harta waris dengan dua ahli waris yakni seorang anak perempuan dan seorang anak laki-laki. Yang menjadi objek harta warisan ialah berupa sawah dan rumah, diputuskan bahwa anak laki-laki mendapatkan rumah dan perempuan mendapat sawah. Ternyata anak perempuan tidak menerima keputusan itu dan melakukan banding. Mengetahui persoalan tersebut, Putro Phang merespon dan membela perempuan dengan argumen bahwa wanita tidak memiliki rumah berarti tidak memiliki tempat tinggal dan tidak dapat tinggal di mushola, sedangkan anak laki-laki bisa menempati mushola. Oleh karena itu , perempuan layak menerima rumah dan laki-laki menerima sawah, argumen ini kemudian disetujui oleh Sultan Iskandar Muda. Dari sanalah Putri Kamaliah dikenal oleh masyarakat Aceh menjadi rujukan atas permasalahan Hukum.
Kerjasama Sultan Iskandar Muda yang gagah, berani, dan adil dengan Permaisuri Putro Phang yang bijaksana dan selalu membela rakyat yang lemah terutama wanita dan kaum papah mengantarkan Aceh menuju masa keemasan.
Perkahwinan Sultan Iskandar Muda dan Putroe Phang dianugerahi seorang anank perempuan yang diberi nama Puteri Sari Alam, hingga suatu saat puteri sari Alam menikah dengan Sultan Iskandar Tsani. Tiba pada saat suamninya meninggal Puteri Sari Alam naik Tahta menjadi Sultanah dengan gelar Sultanah Tajul Alam Safiatuddin.
Tiba pada suatu ketika permaisuri rindu akan kampung halamannya, tampak bersedih ketika mengingat Kampung Pahang. Atas bukti cinta yang besar terhadap permaisuri Sultan iskandar Muda membangun Gunongan . Putroe Phang sangat berpengaruh dalam pemerintahan Aceh dan penyusunan Undang-Undang kerajaan, hingga muncul semboyan :
Adat bak Poeu Meureuhom
Hukum bak Syiah Kuala
Qanun bak Putroe Phang
Reusam bak Bentara
Artinya:
Adat dari Marhum Mahkota Alam
Hukum dan Syiah Kuala
Qanun dan Puteri Pahang
Resam dan Bentara (‘uleebalang)
Adat meukoh reubung
Hukum Meukoh purih
Adatjeutabarangho takong
Hukum hanjuet barangho takih
Artinya:
Adat dapat dipotong seperti memotong rebung
Hukum seperti memotong sagak (hujung buluh keras)
Hukum tak dapat diatur dengan semena-mena
(melainkan wajib didasarkan Quran dan Hadis)
Hingga pada suatu hari Putroe Phang mangkat, upacaranya dilakukan dengan megah dan khidmat. Kain jendela dan tirai istana keratin Darud Dunia diganti dengan kain warna hitam. Keranda jenazah yang berhiaskan serba indah keemasan dan permata diletakkan di atas tandu berbentuk segitiga. Masing-masing ujung dipikul oleh tiga pembesar dan tiga dewan negara yaitu dewan Mong-mong Angkatan Laut, Angkatan Darat. Didepan sekali berdiri Ketua Dewan Mufti empat (Khuja Madinah) yang lebih terkenal dengan Khuja Pakeh yang berpakaian serba putih (sorban dan jubah) dengan tongkat di tangan kanannya. Di belakangnya diikuti dua pembesar negara Perdana Menteri Seri Ratna Bijaya Sang Raja Meukuta Dilamcaya yang bernama Orang Kaya Seri Maharaja Laila dan Qodli Malikul Adil, keduanya memegang jambangan air mawar yang dibuat dari emas berhias permata. Di belakang mereka, dua orang Bentara yang membawa jambangan teurapan-geutanggi yang mengeluarkan asap dari pembakaran ramuan-ramuan setanggi yang harum semerbak baunya.
Setelah ucapan berita duka , barisan bergerak menuju masjid Raya Baiturrahman untuk di sholatkan, jenazah kembali ke Keraton Darud Dunia dan terus menuju ke pemakaman raja-raja. Ketika hendak dikuburkan laksamana Meurah Ganti dan Datuk Bendahara Muhammad TUn Seri Lanang turun ke liang lahat dan dituangkan lah emas urai (pasir tanah) sekitar rubuh jenazah Putroe Phang, keranda pun ditutup lalu ditimbun dengan tanah sebagaimana biasanya.